Friday, December 21, 2007



SWIM UNTIL YOU SLIM


Wah... hujan sejak siang tadi tak menunjukkan niatnya untuk berhenti. Padahal Sore harinya kami sudah punya rencana untuk menyemarakkan cabang olah raga paling asyik. Renang. Tapi, saking sakaunya sama kolam renang, hujan sebesar apapun tak menjadi rintangan. Toh.. sama saja khan, walau harus basah diperjalanan, ujung-ujungnya kita pun akan basah dalam kolam renang. Logika yang aneh.

Untung, Rizki sang instruktur bukan orang yang pantang menyerah. Ia tetap mau mengawal kami berempat, meski bajunya sudah basah sampai dalam. Byur... air dalam kolam ternyata terasa hangat. Mungkin karena efek udara yang dingin, menyebabkan air terasa hangat di kulit kami.

Cuaca seperti ini, jelas jarang yang berkeinginan renang. Tapi itu keuntungan. Kolam jadi sepi, alias kosong melompong. Cihuy... puas kolam sebesar itu hanya untuk kami berempat plus rizki dan sang pacar.

Renang... renang.. renang... biar perut tak berkembang. Biar penyakit pada terbang.

QURBAN...


Tahun ini, pertama kalinya saya berkurban. Seekor sapi yang dibeli dari urunan sekitar 4 orang tetangga plus sayaitu, akhirnya menjadi simbol pengorbanan manusia, yang sudah ada sejak jaman nabi ibrahim. Dipotong, setelah itu langsung dibagi-bagikan ke setiap rumah. Malamnya sapi yang sudah menjadi daging itu, memberikan ide pada saya, rian sang adik, candra dan sandi tetangga gue, untuk membuat sate. Nahasnya, tak ada satu pun cabe dan bawang yang tersedia di rumah-rumah kami. Well, itulah resiko bila sang bunda telah tiada. Tak ada lagi aktivitas perdapuran, alias memasak. Hehehe.. jadi sutralah, pakai bumbu yang ada aja. Tak lain, kecap dan margarin blue band.

Hambatan kedua dimulai. Arang sudah punya, tapi minyak tanah tak nampak. Terpaksalah, Sandy menyedot tangki motornya sendiri. Kasihan dia, karena si bensin sempat menyemprot sebagian mukanya. Pastilah habis itu dia kepanasan. Yap.. semua sudah siap, tinggal memasangkan tusukan daging itu di atas tempat panggang...

Nyam... nyam.. Setangah jam berlalu, inilah kegiatan kami. Menyantap sate buatan sendiri. Hikmahnya, kita jadi tahu perasaan setiap tukang sate di seluruh dunia. Memang susah lho. Mulai dari motong, memasukkan daging dalam tusuk sate. Saking putus asanya, hampir saja kami berempat mencari warung sate. Salut untuk tukang sate. Kami pun berikrar tidak akan memprotes kinerja para tukang sate. Kami tahu kok perasaan kalian.

Hikmah kedua. Ternyata daging hasil kurban itu adalah daging paling enak sedunia. Entah mengapa, tapi itulah yang saya rasakan bersama rian, candra dan sandy. Demikian pula yang dikatakan ayah saya, ketika mencicipi sate bikinan kami. Bisa dibayangkan, empat orang yang tak pernah menginjak dunia persatean, pastilah tak memiliki keahlian, ternyata mampu membuat sate yang super enak. Jadi itu karena dagingnya atau si pembuat? Kesimpulan saya sih, pastilah karena mukjizat daging kurban itu.

Hikmah Ketiga. Jangan banyak-banyak makannya. Pagi hari, saya dikagetkan dengan kulit gatal kemerahan. Saya beranggapan ini cacar. Waduh... jadwal pasti berantakan. Pasalnya saya harus ke Medan dua hari lagi. Tapi untunglah Dokter menyatakan itu hanya alergi saja. Pfiuh....
Tapi walau bagaimanapun, di hari Idul Adha ini, semua riang, semua gembira. Termasuk si sapi dan kambing, meski akhirnya mereka meninggal, tapi berkat mereka banyak yang bersuka cita. Termasuk saya tentunya.