Saturday, October 17, 2009

SI PUNGGUK DAN CALON BULAN

Suatu malam yang cerah, dimana bulan bersinar terang. Seekor pungguk memandang sang bulan dengan mata telanjangnya. Begitu jauh, namun tampak nyata. Bulan perak itu begitu ingin direngkuhnya. Bulan perak bulat indah, yang menjadi impian setiap pungguk. Bulan yang mampu mengusir sepi dan membuat hidup lebih bahagia. Entah kebenaran slogan itu bisa dipercaya, yang jelas hampir seluruh pungguk sangat mengagungkan bulan. Banyak pula teman-temannya yang lain, telah pergi karena telah menemukan bulannya, meninggalkannya seorang diri. Banyak yang beruntung, karena sang bulan jatuh begitu saja dari langit. Namun ada juga yang merawat calon bulan begitu lama, hingga akhirnya menjadi bulan sungguhan. Tidak seperti dirinya. Tak ada calon bulan didekatnya. Tidak pula ada satu bulan pun yang jatuh begitu saja dari langit ke atas pangkuannya.
Karena itu kesepain melanda si pungguk. Sebab kemanapun ia pergi, tak dilihatnya lagi pungguk lain. Yang selama ini bermain dan bercanda bersamanya, hingga ia bisa sedikit melupakan bulannya. Tapi dengan hilangnya teman-temannya, ia begitu ingin memiliki bulan perak itu. Ingin bisa hidup seperti pungguk-pungguk lainnya.
Di tengah jalan, tak disangka ia menemukan sesuatu. Sebuah benda dengan cahaya yang mirip bulan. Cahaya yang dipancarkannya begitu indah menyilaukan mata. Tak disangka membuatnya sedikit tersenyum. Mungkinkah itu calon bulan yang selama ini diinginkannya? Ia tak berani berharap. Dibawanya benda itu ke rumah. Dipandangi benda itu dengan mata berbinar-binar. Hatinya menjadi bahagia. Seolah ia ingin selalu membawa benda itu kemanapun ia pergi. Diceritakannya kepada semua teman-temannya bahwa ia menemukan sebuah benda indah. Tentu mereka takjub, melihat keindahan benda itu. Bahkan ada yang tak percaya, pungguk bisa beruntung memiliki benda itu.
Semakin ia pegang benda indah itu, semakin ia tahu. Ada yang janggal dengan benda ini. Meski indah diluar, ternyata didalamnya menyimpan sebuah racun. Racun yang bisa membahayakan dirinya. Jenis racun paling mematikan bagi kawanan pungguk. Tapi sekali lagi, ia sudah lama tak sebahagia saat ini. Bahagia karena menemukan benda bercahaya laksana bulan. Karenanya benda itu semakin menjadi benda kesayangan bagi pungguk. Ia seolah tak perduli dengan racun yang ada dalam benda itu. Pikirnya, selama ia hati-hati dan meminum penawar racun, ia tak akan mati binasa. Selama ia bisa merasakan kebahagian yang sulit ia dapatkan selama ini.
Semakin hari benda itu dilihatnya semakin indah saja. Pancaran sinarnya semakin membuatnya melambung jauh hingga langit ketujuh. Kadangkala ia berfikir, bila ia meminum penawar racun seumur hidup, mungkinkah benda itu bisa menjadi bulannya? Bulan yang menerangi dan menemaninya sampai akhir hidupnya. Semua teman pungguk punya pendapat masing-masing. Ada yang bilang, buang saja jauh-jauh benda beracun itu. Benda itu tak mungkin bisa menjadi bulan yang baik. Racunnya sangat berbahaya, meski engkau meminum penawarnya sepanjang hari. Cari saja calon bulan lain, atau tunggu saja bulan yang jatuh. Namun teman pungguk lain punya pandangan berbeda. Racun yang terkandung dalam benda itu, katanya tak akan bertahan lama. Suatu saat racun itu bisa hilang dengan sendirinya, bila engkau rajin membersihkan benda ini. Sayang bila benda itu dibuang. Sulit lho dapatnya. Begitu saran beberapa teman pungguk. Pungguk menjadi bimbang. Bimbang akan pilihannya, membuang benda beracun itu, atau tetap menyimpannya.
Namun, sesuatu yang tak pernah ia sangka akhirnya terjadi. Tiba-tiba benda indah bercahaya itu raib entah kemana. Hilang seolah ditelan siluman paling menakutkan dari dalam hutan lelembut. Hatinya sedih tak terperi. Kebahagiaannya terenggut begitu saja, tanpa ia siap menghadapinya. Kebahagiaan yang sudah lama tak ia rasakan. Kebahagiaan yang membuatnya lupa akan semua kesulitan. Siapa gerangan yang tega mencuri kebahagiaan itu darinya? Ia mengutuk diri sendiri kenapa tak baik-baik menjaga benda itu. Mendung seolah menemani pungguk setiap hari yang kemudian diikuti hujan air matanya. Walau ia tahu benda itu beracun, sulit juga lepas dari benda indah itu. Ia ingin waktu cepat berlalu. Sebab ia tahu, hanya waktu saja yang bisa menyembuhkan luka hatinya. Sekali lagi hati kecilnya berbicara. Meski sulit menerima, ia mencoba meyakinkan dirinya. Membuat ia percaya, bahwa Tuhan sayang padanya. Racun berbahaya itu telah dijauhkan darinya, dengan bantuan Tuhan. Sesungguhnya ia patut berterima kasih pada Tuhan yang begitu sayang padanya. Kebahagiaan yang membinasakan itu, tak pantas untuknya.


Tangerang
Sabtu, 12 April 2008

No comments: